Legenda ini berasal dari Desa Poleng, Kecamatan Gesi, Kabupaten Sragen. Legenda ini terdiri dari beberapa bagian cerita. Pedhut di Keraton Kasunanan Surakarta Kisah ini berangkat dari komunitas Keraton Kasunanan Surakarta, pada waktu itu yang menjadi penguasa tunggal adalah Sinuhur Pakubuwana ke IV, konon dikisahkan bahwa kedudukan seorang raja pada waktu itu mempunyai
kekuasaan sangat mutlak. Baik dalam menentukan kebijakan maupun menentukan fasilitas yang dia kehendaki, baik secara materi maupun kebutuhan biologis. Dan tidak aneh jika kehidupan seorang raja pada waktu itu, khususnya dalam kebutuhan biologis sangat mendapat tempat tersendiri sehingga seorang raja memiliki istri lebih dari satu, itu hal yang wajar. Sedang aturan main dalam tata keprajan, ada beberapa sebutan bagi status istri-istri raja yaitu : jika istri pertama kali dipersunting oleh raja disebut Permaisuri, sedang istri raja urutan kedua dan seterusnya disebut Selir atau Garwa Ampil. Dimana Permaisuri mempunyai kedudukan istiemewa, dengan jaminan bahwa keturunannya kelak dapat menjadi raja menggantikan sang prabu. Sedang Selir atau Garwa Ampil keturunnya tidak berhak menggantikan raja, jika suatu saat raja lengser atau wafat. Dikotomi kebijakan tata keprajan yang telah diterapkan oleh keraton itu, nampaknya mengakibatkan terjadi kontradiktif diantara garwa ampil dan Permaisuri. Hal itu konon banyak garwa ampil yang frustasi, diantara garwa ampil banyak disinyalir ada yang melampiaskan kekesalan bhatinnya dengan melakukan affair/perselingkuhan dengan kerabat dikalangan keraton. Kisah ini berawal dari sikap affairnya antara garwa ampil Sunan Pakubuwana IV yang bernama Sekarkedaton dengan seorang punggawa keraton yang bernama P. Harya Senggara. Perjalinan asmara kedua insan tersebut, nampaknya di ketahui oleh Pakubuwana IV, yang berakibat sang prabu menjadi murka. Pakubuwono IV : “ Sekarkedaton …….! Aku tidak menyangka kalau kamu melakukan perbuatan yang sangat memalukan bagi aku seorang raja dan seluruh keluarga istana. Sekarkedaton : “ Hamba…..mohon maaf sang prabu, bukannya kami bermaksud membela diri, namun kabar itu fitnah hanya fitnah semata. Pakubuwana IV : “ Fitnah…..! Ah…….kamu bohong, seluruh nayaka praja semua sudah mengetahui, bahwa kamu telah melakukan hubungan yang tidak sepantasnya sebagai istri raja, tindakanmu tak ubahnya seperti pelacur…..! Sekarkedaton : “ Maaf…sinuhun….jika memang paduka tidak mempercayai, segala perkataan saya…..saya pasrah, hukuman apa yang akan dijatuhkan kepada hamba, hamba siap menerimannya. Pakubuwana IV : “ Sekarkedaton……ketahuilah perbuatanmu sudah tidak pantas menjadi keteladanan para kawula keraton kasunanan, serta kamu jangan kaget, jika lelaki pujaanmu itu sudah aku jatuhi hukuman mati dialun-alun keraton….dan kamu sebentar lagi juga akan aku hukum mati di alun-alun……..! Begitu mendengar sabda sang prabu, Sekarkedatonpun hanya pasrah sebab bagaimanapun dia tidak kuasa menolak keputusan raja. Sambil menunggu hukuman yang akan dijatuhkan kepada Sekarkedaton, Sekarkedaton dumasukkan ke dalam penjara. Namun entah apa sebabnya Sekarkedaton dapat meloloskan diri dari penjara, serta dia melarikan diri entah kemana yang tidak di ketahui oleh siapapun., dan hal itu membuat Pakubuwana murka, prajurit penjaga penjarapun menjadi sasaran keramahannya. Kemudian Pakubuwana memerintahkan prajurit telik sandi, untuk menyelidiki dan mencari dimana keberadaan Sekarkedaton.
Sumber : http://gladhenbasajawa.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar